Kamis, 26 Januari 2012

Arsitek - Arsitek Modern

BAGIAN I
LE CORBUSIER

          Le Corbusier sebagai master  pada  perkembangan arsitektur modern, merupakan orang yang kreatif, peka, dan idealis. Kepribadiannya bersifat dualisme, rasional dan irrasional-subjectif dan objektif. Berbagai ulasan dan kritik dilontarkan hingga karya-karyanya dapat disebut berada pada dua kutup ekstrim. Le Corbusier tetap dengan pendiriannya ia menganggap  dirinya sebagai rasionalis dan ilmuan (saintis). Penilaian fungsional dari awal sampai akhir dan rasional dibagian akhir.
 
          Dan karyanya La Ville  Radieose, kita melihat  nilai universal (teknologi) dan pilihan kultural (subyektifitas - Perancis); demikian juga pada kota Chandigarh (India) nilai-nilai tersebut tetap hadir. Beberapa hal yang dapat dilihat dari karya - karyanya adalah Le Corbusier tidak memperhatikan pengaruh lain yang mungkin menentukan rencana kota. Dia hanya  mengekspresikan semangat kehidupan masyarakat melalui designnya.
 
          Salah satu karyanya  yang ekspresif  adalah arsitektur  Ronchamp Chapel. Disini  jelas Le Corbusier memasukkan ekspresi sensualitas dan  monumentalitas. Seperti kepribadiannya, Le Corbusier tidak  pernah ada pada satu kutup ekstrim (selalu pada dua  kutup ekstrim). Juga  dijamannya (modern) dimana orang mendewakan teknologi, Le Corbusier menyerang aliran-aliran yang menomorsatukan utilitas dan ratio murni – nilai estetika dipertanyakan yang mewujudkan komitmennya akan nilai universal dan subyektif.

Renchamp Chapel 
          Sebagai seorang seniman (pendatang), Le  Corbusier menggunakan analogi romantik dalam mengeluarkan tanggapan emosional dari dalam  dirinya melalui bangunan-bangunannya. Penerapan ilmu geometri (matematika) sebagai dasar penting bagi Le Corbusier dalam pengambilan keputusan (analogi matematis). Teori ini dapat dilihat pada bangunan Renchamp Chapel - bentuk geometris pada dinding dan atap bangunan dengan bentuk kurva  yang geometris tersebut, Le Corbusier memperlihatkan suatu teknik pencahayaan  interior bangunan  yang baik, melalui kombinasi seluruh bukaan-bukaan (jendela) lateral.

Ekspresi tersebut dinyatakan sebagai berikut :
1.  Bentuk Sculptur dari kapel.
Suatu bentuk yang brutal (brutalism), dengan penggunaan bahan-bahan beton di ekspos, menimbulkan kesan kasar, tidak selesai, kontras, dan polos tanpa warna. 
2. Lukisan-lukisan pada  dinding bangunan, dengan permainan sinar didalam bangunan yang mempengaruhi efek visual suatu lukisan.
3.  Arsitektur, dengan permainan  3  elemen utama arsitektur, yaitu atap, dinding, dan lantai.

          Pada bangunan ini, efek visual dari bentuk bangunan menimbulkan asosiasi-asosiasi, seperti yang diungkapkan oleh Francoise Choay dalam bukunya tentang Le Corbusier dimana Ronchamp Chapel diasosiasikan sebagai menara pengawas di hamparan kaki bukit (analogi linguistik). Suatu fenomena 'visual acouistics' terbentuk raja bangunan ini. Bentuk-bentuk yang membuat keributan namun terkadang diam membisu.

BAGlAN II 
ALVAR  AALTO

        Alvar Aalto berasal dari Finlandia yang menjadi karakteristik pribadinya. Designnya  memberi ekspresi dengan karakteristik Finlandia tersebut. Karya  Alvar Aalto meliputi arsitektur, mebel, kaca, dan tekstil. Aalto juga menghasilkan konsep yang luas  menyangkut perumahan,  kota, dan perencanaan daerah. Pribadi Aalto berkebalikan dengan  Le Corbusier ; cenderung santai dan mengalir daripada kasar dan bergelora, tenang daripada terus  terang.  Dia hampir tidak berniat atas
keterlibatannya dengan dunia modem.

        Dalam meringkas keseluruhan karya seorang arsitek dapat dilihat dari "imej"-nya. Aalto menganggap arsitektur adalah suatu  tempat dimana suatu  sistem berhubungan dengan sistem lainnya. Misalnya dinding yang menembus dengan atap dan atap menerus dengan langit. Aalto mempunyai obsesi untuk memperlihatkan suatu yang kontras. Bahasa arsitektural yang dikembangkan oleh Aalto sangat kaya dan menggunakan arti-arti ekspresif secara keseluruhan (totalitas). Kekayaan disini
berarti kekayaan nilai (makna).
 
        Pertemuannya dengan Herry dan Mairea Gullicchson memberikan kesempatan padanya  menuju produksi industri. Aalto kemudian mendesign mebel untuk produknya. Dari sinilah Aalto mengenal dan kembali menghargai kayu sebagai bahan ekspresinya diatas beton. Menurut Aalto  masalah arsitektural yang paling sulit adalah membentuk lingkungan  sekitar bangunan kedalam skala manusia. Lahan yang tersisa sebaiknya tidak diolah hanya  sebagai taman melainkan  pergerakan organik dari manusia dapat bersesuaian  dengan bentuk tapak (site), sehingga didapat hubungan  yang erat antara manusia arsitektur.  Dalam 'Paris Pavillion' masalah ini dapat diselesaikan. Pendekatan  organik dari manusia diterapkan  Aalto pada detailnya. Viipuri Library dan Paimio Sanatorium. Meskipun dibangun dengan beton bertulang, tetapi Aalto tetap memberikan waktu  untuk memperluas dengan aturan  fungsionals dengan tujuan untuk mencukupi baik kebutuhan fisik maupun psikis.

       Perhatiannya pada modifikasi alam dari lingkungan dan pada indistrik tapak memberikan kesinambungan karya-karya unik dari periode fungsionalis. Sekitar Tahun 1920 dan pada fase yang  lebih ekspresif pada sekitar tahun 1950. Sebagai gambaran dari sikap anti mekanistik, Aalto menyatakan bahwa membuat arsitektur yang lebih baik ini  lebih berarti fungsional daripada hanya sekedar teknikal. Hal ini dapat dicapai kehidupan yang harmonis bagi manusia. 

        Aalto mempunyai konsep dualistis mengenai penciptaan arstitektur. Menurut Aalto aristektur memerlukan waktu  yang lama untuk  berkembang dan perkembangannya dapat terjadi pada dua tempat yang berbeda. Penerapannya pada “Saynatsalo Town Hall” dan ‘Villa Mairea’. Aalto berusaha memuaskan kriteria sosial dan psikologi dan secara efektif menjauhkan diri dari  dragmatik aliran fungsionalis disekitar tahun 1920.   Aalto juga memuaskan perhatiannya pada kreasi  lingkungan yang akan menghasilkan kebaikan manusiawi (human well being).


BAGIAN III
MIES VAN DER RORE

        Seperti hanya membicarakan Le Corbusuier dan lainnya, sangat penting kita  ketahui latar belakang kehidupan Mies  untuk mengetahui pandangannya tentang arsitektur. Mies Van der Rohe menyakini bahwa sebuah benda adalah sebuah simbol dari realitas yang tersembunyi. Arsitektur menurut pandangannya adalah semangat dan keinginan untuk menerjemahkan zaman  kedalam ruang esensi dari teknologi modern, merupakan bagian penting yang  harus bermakna dalam karya arsitektur. Hal  ini terungkap  karena pemikirannya bahwa  teknologi dalah ungkapan intelektualitas manusia modern dan teknologilah yang mendominasi kecendrungan mendatang.

        Pada sekitar tahun 1919 Mies mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari masalah modern design, setelah sebelumnya memakai gaya neo classic.
Tiga tema pokok dalam rancangan adalah : 
  1. Pengaruh kaca sebagai pelindung 
  2. Penekanan bangunan dengan arah horizontal
  3. Pengembangan bangunan sesuai dengan fungsi.
 Konsep yang dikembangkan adalah flowing space (ruang mengalir) seperti yang terlihat pada karyanya: German PavilIon International Exhibition di Barcelona (1929) dan Tugendhat House (1930), dengan ciri-ciri : 
  1. Pembagian riuang dengan dinding berdiri sendiri
  2. Atap ditopang oleh kolom baja
  3. Pembagian ruang dengan partisi merupakan perwujudan idenya tentang flexibility (ruang flreksibel)
  4. Penggunaan bahan yang mahal pada partisi.
 Konsep-konsep Mies yang terpenting yang dipakai dalam merancang : 
    1. Konsep ruang tunggal (Universal Space) Merupakan pengembangan dari konsep flowing space yaitu ruang-ruang universal yang terbagi oleh partisi dengan kolom bagian sisi sehingga rating bebas kolom.
    2. Penggunaan bahan baja sebagai struktur utama mencerminkan suatu kesederhanaan dari bentuk-bentuk persegi panjang.  Kesederhanaan itu sendiri bukan suatu kesederhanaan yang tidak bernilai tetapi suatu kesederhanan yang berlandaskan suatu pemikiran untuk mremecahkan masalah lebih sederhana lagi rang terkenal dengan semboyan 'Less is More'. 

        Menurut pandangan Charles Jends,  Mies menuntut orang menilai bangunannya secara sempurna seperti halnya pandangan Plato.

Pandangan-pandangan lain oleh beberapa ahli: 
          Lewis Numford  :  Karya Mies tidak dapat dinilai pada tingkat harfiah, ia harus dinilai bagaikan sebuah puisi. Karena penilaian harfiah akan membuka  kelemahan pada karyanya.
          Sigfried Gidieon  :  Karyanya  membawa esensi kualitas tiap  material dan detail konstruksi yang diolah sehingga mencapai tingkat yang menakjubkan.

          William Jordi :  Karyanya  merupakan hasil kesempurnaan visual dan berhasil memecahkan persoalan sudut massa bangunannya.

          Peter & Allison Smithson  :  Keabadian penampilan kulit bangunannya yang netral dengan struktur ruang terbuka dari tiap lay outnya. Bentuk dan  ruangnya  universal, dapat dimanfaatkan bagi segala keinginannya.
 
          Paul Rudolf  :  Bangunan  Mies menakjubkan hanya karena ia mengabaikan banyak aspek dari bangunan.
 
Salah  satu karyanya, Farmworth House  - rumah tempat peristirahatan  Dr. Fannworth. Bangunan dibuat kontras dengan lingkungan, dengan bentuk giometris, pilihan warna (putih) serta bidang sejajar besar yang mencerminkan ruang terbuka. Bangunan ini menonjolkan teknologi dengan bidang kaca yang besar serta struktur baja I sebagai pendukung dan pembagi visual. Baja dan kaca tidak dirubah,  tetap seperti aslinya (machine fonn), dengan kepandaiannya mengolah maka semua unsur terpadu menjadi sebuah karya monumental yang elegan.

B. Landasan Teori dan Sejarah Bangunan 
        Seagram Building didirikan pada tahun 1954-1958, sebagai pusat bisnis New York yang disesuaikan dengan kelas sosial pengguna bangunan. Bangunan ini lahir atas tuntutan zaman modern yang begitu canggih dan menginginkan status  sosial yang berkelas, sehingga memacu semangat Mies untuk menciptakan suatu karya arsitektural yang spektakular dengan berpedoman kepada : 
  1. Adaptasi gaya bangunan untuk mengekspresikan imej dari kelas sosial pengguna bangunan dengan tidak mengabaikan semboyan "Less is More".
  2. Sederhana clan anggun,  tetapi tetap mencerminkan sesuatu rang  glamor clan selalu gemerlapan.
  3. Blok-blok rectanguler. 
  4. Keseragaman (uniformity) clan Monumental (Monumentality).
       Mies tetap eksisi terhadap imajinasi dunia platonik-nya dengan tidak memikirkan hubungan site, iklim, aktivitas internal, di dalam mendesain bangunan. Mies lebih mengutamakan integritas bangunan tehadap lingkungannya  serta mengeksploitasi sentuhan teknologi modern dan penggunaan material bangunan.

C. Seagram Building, New York 1954-1958 
        Langgam  modernisme awal (dianut oleh Wright pada awal karirnya) telah memudar,  namun pengaruh medernisme  akhir Eropah akhirnya  mampu untuk membangkitkan  kembali, sehingga periode pencakar langit yang dulu sempat mati dan menemui jalan buntu tepatnya pada peralihan abad ke-20, mekar dan tumbuh kembali serta mengadakan transpormasi di tangan Mies Van De Rohe.
 
        Seagram Building, New York (1954-1958) adalah gedung pencakar langit yang lahir pada abad ke-20. Bangunan di dirancang oleh Mies bersama-sama dengan Philip Jonhson yang menata interior ruang dalamnya. Tower Seagram Building terdiri ats 38 tingkat dengan luas 520 feet persegi tiap  lantai dan hanya menempati 25% dari sitenya. Bagian podium yang tingginya relatif rendah (4-10 lantai) ditempatkan pada bagian belakang seperti tulang punggung yang  kelihatan rectangular dan berdiri sendiri dengan sebuah blok plaza yang mengelilinginya, seolah-olah menjadi pengiring yang selalu siap untuk mendampingi tower utama. Kanopi yang menjorok ke luar, seolah-olah memberikan perlindungan dan  ucapan 'selamat datang' bagi para pengunjung.
 
        Seagram Building yang berbentuk Platonik, terdiri atas modul-modul berupa grid kaiak-kaiak berulang yang  biasanya menimbulkan kekakuan, namun pada bangunan ini justru tampak lebih luwes dan seimbang. Sebagai konsekuensi, terlihat ua modul  persegi yang terdapat  pada jendela dan setengah modul persegi yang terdapat pada jendela dan  setengah modul persegi terdapat pada panelspandrel yang terlihat proposional, kesemuanya  tertuang pada fasade bangunan. Bangunan material seperti perunggu dan kaca tinta tipis (sheer tint glass), travertine, granit, keseluruhannya adalah untuk menciptakan imej modem dan mahal.
 
        Pada Seagram Building, Mies berusaha untuk mengurangi dimensi yang ada dengan memperindah bentuk beam, serta menjadikan kolom profit sebagai kerangga dinding tirai yang berfungsi sebagai rangka mullion dengan jarak  yang rapat dan disusun  dari tepi ke  tepi, dari  atas ke bawah  hingga meliputi seluruh fasade bangunan. Setiap detail, termasuk lift,  tangga, perlengkapan pencahayaan,  handle pintu, kaiak  surat dari  perunggu, semuanya didesain  dengan penuh  kehati-hatian.
 
         Fokus  utama adalah dinding tirai (curtain wall) dengan detail-detail pada tiap sudutnya. Dinding sengaja dibuat tidak menutupi sudut dengan tujuan agar bagian pier sudutnya terekspos, sehingga secara visual, sudut bangunan itu menunjukkan kekokohan  tradisional. Disisi  lain, dinding tirai kelihatan seolah-olah tebal seperti ketebalan fluting pada pier dan I-beam, sehingga tepi sudut seolah-olah kelihatan seperti relief skliptural. Optical  Refinement terdapat pada panel spandrel  yang
berbentuk relief tangga dan  figura jendela. Dari semua  itu, dapat dikatakan bahwa keberhasilan Mies Van De Rohe di dalam mengolah fasade bangunan, dimana kolom struktur profil yang sesungguhnya dibalut dengan chasing beton ditempatkan berdiri agak ke dalam, kolom sudut yang semu, ketebalan dinding tirai (curtain wall) yang setebal kusen jendela, tidak seperti yang  dikesankan oleh dua lapis flute  yang ternyata palsu, - terletak pada kepiawaiannya mengolah setiap detail sudut  pada Seagram Building.

D. Kritik dan Pandangan Arsitektural 
         Seagram Building sebagai salah satu bangunan pencakar langit didesain sesuai dengan bentuk International Style, terdiri atas  pola grid berulang sehingga tampak kokoh. Imej  kuat dan  kokoh yang seharusnya tampak menonjol padabangunan ini menjadi rancu pengertiannya dengan penggunaan dinding tirai (curtain wall) sebagai cladingnya. Mungkin Mies  tetap memegang teguh prinsip perbaikan visual (visual refinement) dengan penggunaan clading kaca dan bukan  keramik, manner atau beton. Namun disisi lain, imej kuat dan kokoh menjadi tidak konsekuen dengan sendirinya. Sedangkan  visual refinement yang diinginkan Mies untuk menimbulan kesan yang dramatis, sampai sejauh ini belum dapat memecahkan efek visual bentuk geometris sudut interior Seagram Building.
 
         Aksi pembebanan yang kacau balau tampak pada kolom yang  tidak  teratur, kalang kabut kadang renggang, merupakan hal yang kritis sekali bagi Mies. Bentuk-bentuk struktural hanya digunakan  sebagi dekorasi saja  dengan maksud rang sama seperti Romawi yang menggunakan sistem struktur Yunani yaitu kolom dan kepala kolom (entablatur). Arsitektur Mies memiliki analogi klasik  dalam
penggunaan kolom-kolom rigid, keteraturan, kesederhanaan, yang ditampilkan dalam fasade bangunan, tonggak-tonggak, dan lintel konstruksi.

Seagram Building, New York 1954-1958 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar